Resah dengan pemberitaan media lokal yang sering tidak mengindahkan kode
etik jurnalistik, sejumlah mahasiswa di Aceh menggagas Gerakan
Syariatkan Media.Mereka berharap gerakan ini bisa menyadarkan
media akan pentingnya pembelajaran publik dalam pemberitaan, bukan hanya
mementingkan bisnisnya semata.Gerakan ini lahir tak terlepas
dari keresahan mereka terhadap pemberitaan sebuah media lokal tentang
penangkapan remaja putri berinisial PE (16) oleh polisi syariah
(Wilayatul Hisbah) di Kota Langsa beberapa waktu lalu.Dalam
pemberitaannya, koran itu menyebut PE sebagai pelacur. Belakangan PE
ditemukan tergantung tak bernyawa di rumahnya di Aramiah, Kecamatan
Bireum Bayuen, Aceh Timur dan meninggalkan sepucuk surat berisi
permintaan maaf dan klarifikasi kepada ayahnya, bahwa dia bukanlah
pelacur."Kematian PE menjadi bahan pembicaraan hangat di kantin
kampus, kemudian kami ikuti diskusi salah satu LSM sepulang dari situ
kami bangun gerakan Syariatkan Media," kata Muda Bentara, mahasiswa
Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala yang juga penggagas gerakan
tersebut dalam diskusi di Taman Putroe Phang, Banda Aceh, Sabtu
(13/10/2012) sore.Dalam menjalankan misinya, mahasiswa ini
sering mengadakan diskusi membicarakan pemberitaan media dengan melihat
sisi-sisi etika dan kepentingan publik. Mereka menjadikan media
khususnya lokal sebagai bahan referensi diskusi.Para mahasiswa
berharap media di Aceh tidak mencari keuntungan lewat pemberitaan yang
fulgar, berbau seks, darah dan mistik. Selama ini sebuah koran lokal
dinilai sering melabrak etika khususnya dalam memberitakan terkait
penangkapan pelanggar Qanun syariat Islam.Menurutnya, media
harus memberikan pendidikan untuk masyarakat khusus masyarakat kelas
bawah, yang menjadi pangsa pasar koran 'kuning' tersebut."Selama ini kode etik jurnalistik sering dikangkangi," tambah Reza Fahlevi, salah seorang peserta diskusi.Jabal
Ali Husin Sab, mahasiswa lainnya dalam pertemuan itu menyatakan, media
berhaluan kriminal dengan membudayakan penyajian berita dengan bahasa
fulgar dapat merusak mental masyarakat selain degradasi moral."Media
berbahasa fulgar bagaimana caranya tidak dicampak di meja makan
sehingga dibaca anak-anak berdampak terjadi degradasi moral," jelasnya.Jelasan
mahasiswa itu juga menyatakan kecewa dengan salah satu koran lokal yang
sepekan terakhir dinilai terus membangun citra media Islami.Ini
dinilai aneh karena semestinya nilai-nilai Islam itu harus
diimplementasikan lewat pemberitaannya untuk memberikan pendidikan
kepada masyarakat, bukan hanya dijadikan kedok bisnis semata."Media
ini menjadikan Islam sebagai kedok, padahal mereka yang menghancurkan
nilai-nilai Islam lewat pemberitaan yang fulgar,
Sumber : http://news.okezone.com
Sabtu, 13 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar